Ketika saya mengamati sikap beberapa pekerja di sekitar saya, saya menemukan adanya dua tipe pekerja, yaitu mereka yang memiliki mental bekerja dan mereka yang memiliki mental berlibur.
Segala sesuatu sebetulnya diakibatkan oleh suatu sebab. Seperti diisyaratkan dalam ungkapan “karma” atau “kena batunya”, meskipun beda istilah setiap bangsa mempunyai pemikiran bahwa di balik akibat ada suatu sebab yang pantas untuk itu. Memang ada pengecualian, yaitu keberuntungan. Tetapi hal itu jarang terjadi, dan bila sesuatu diperoleh secara beruntung, hilangnya pun biasanya begitu cepat.
Pertama, mental bekerja. orang-orang yang gila pada pekerjaan termasuk pada tipe ini. Bagi mereka keluarga atau pergaulan merupakan hal nomor dua dalam hidup. Tipe orang seperti ini biasanya lancar karirnya. Orang dengan tipe ini selalu bisa menemukan pekerjaan yang tidak terlihat di mata orang lain. Meskipun akan ada banyak keluhan dari keluarga dan teman-temannya, orang-orang seperti ini memberikan sumbangan besar bagi bangsa dan dunia.
Yang lain adalah pekerja dengan mental berlibur. Pekerja dengan tipe ini, pemikirannya selalu mencari peluang untuk berlibur. Bagi tipe ini ada banyak alasan untuk berlibur yang tersimpan di benaknya. Menjenguk teman sakit, melayat tetangga jauh, sampai besan, saudara jauh yang biasanya tidak akrabpun, bisa menjadi alasan untuk meliburkan diri. Bagi tipe ini pekerjaan merupakan suatu beban dan sumber tekanan bagi hidupnya. Oleh karena itu dia selalu mencari alasan untuk meliburkan diri.
Kita tidak bisa mengharapkan orang tipe mental berlibur ini akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Dia hanya akan mengisi waktu sambil melihat jam tangannya, tanpa menghasilkan sesuatu hal signifikan (kecuali jika dipaksa atau diberikan tekanan). Orang dengan tipe ini, bahkan dengan lebih ekstrem bisa disebut koruptor waktu, yang tidak membantu kemajuan bangsa ataupun dunia.
Didikan Sejak Kecil
Orang Eropa terkenal dengan sikap tegas dan ketatnya dalam hal pekerjaan. Bukan karena pekerjaan itu bersangkutan dengan kepentingannya, tetapi kepentingan umum atau kepentingan bangsa dianggap sama seperti kepentingannya sendiri. Ada juga bangsa yang terkenal gila kerja, seperti bangsa Jepang, Korea Selatan, dan sekarang Cina. Bagaimana Jepang, Korea, Cina yang terletak di Asia Timur bisa bersaing dengan negara-negara Eropa dan Amerika yang sudah lama terdaftar sebagai negara maju dan tetap bertahan dalam persaingannya?
Salah satu alasannya adalah mereka dididik sejak kecil dengan mental mencari peluang untuk bekerja, bukan dengan mental untuk mencari peluang untuk berlibur. Berprestasi adalah suatu yang sangat dikejar mereka, dan itu adalah suatu kebanggaan bukan hanya bagi pribadi, tetapi bagi keluarga juga.
Sedangkan banyak bangsa yang memelihara mental berlibur akan susah untuk maju. Satu contoh yang paling mengganggu saya di Indonesia adalah budaya “hari kejepit”. “Hari kejepit” sangat jelas menggambarkan mental berlibur. Mengapa kita harus meliburkan diri bersama-sama karena hari kejepit? Sebelum ke Indonesia saya terbiasa dengan suasana orang yang bekerja pada saat cuti sekalipun, bila pekerjaannya belum selesai, karena itu saya sangat susah mengerti “hari kejepit” diliburkan, bagaimanapun kondisi pekerjaan yang ada.
Saya tidak bermaksud menggurui siapapun, namun ada baiknya kita juga mulai memeriksa diri kita sendiri. Sumbangan apa yang kita sudah berikan kepada bangsa ini dan dunia? Korupsi bukan hanya soal uang, tetapi banyak waktu yang berharga, yang bisa dipergunakan untuk menghasilkan suatu karya yang berguna, bisa terbuang sia-sia karena “mental berlibur” kita.