Ditakdirkan Dalam Kasih (Efesus 1:3-14)

destined in love

Dalam perikop ini, Paulus memberitahu Jemaat di Efesus bahwa mereka ditakdirkan dalam kasih. Mereka diundang untuk menjalani kehidupan yang penuh kasih, dipilih dan ditentukan sejak semula.

Jemaat Efesus bukan seperti kebanyakan gereja; mereka hidup tanpa konflik, tanpa masalah yang berarti. Jemaat ini adalah salah satu misi paling sukses Paulus. Menjadi “ditakdirkan dalam kasih” berarti menjadi orang-orang yang berkomitmen menjadikan kasih sebagai prioritas utama.

Kita hidup dalam budaya yang menilai kesuksesan lebih tinggi daripada perbuatan kasih. Menang dan ketenaran lebih diutamakan daripada perbuatan kasih.

Paulus tidak mengatakan bahwa kita ditakdirkan untuk menjadi “sukses, makmur, atau besar.” Dia mengatakan kita ditakdirkan menjadi orang-orang yang mencintai. Cinta adalah tujuan kita, dan sejauh mana kita mencintai akan menentukan penilaian terhadap kita.

Gereja yang setia

Gereja di Efesus adalah gereja yang setia, tetapi Paulus ingin mengingatkan mereka akan elemen-elemen esensial dari iman. Surat ini dimulai dengan pesan tentang kasih karunia. Apa cara yang lebih baik untuk memulai tahun baru selain mendengar kata-kata tentang kasih karunia?

Paulus mengingatkan bahwa, terlepas seberapa sungguh-sungguh kita melakukan yang benar atau seberapa penuh kasih kita, kita tetap bergantung pada kasih karunia. Kesombongan kita seringkali menghalangi kita. Masyarakat mengajarkan kita untuk mandiri. Gereja di Efesus berhasil, tapi mereka perlu diingatkan bahwa mereka tidak selalu bisa bertindak sendiri.

Paulus juga berbicara tentang pengampunan. Tahun lalu sudah berakhir, dan kita tidak bisa mengubah masa lalu. Kita hidup di tahun baru. Demikian juga dengan kegagalan, kesalahan, dosa kita. Karena kasih karunia, kita tidak perlu hidup dalam rasa bersalah atau hukuman. Kita sudah diampuni dan dapat melangkah ke tahun 2024 dengan hati yang bersih.

Baru 1 Babak

Billy Graham pernah bercerita tentang sebuah pertandingan sepakbola Rose Bowl di tahun 1929. Georgia Tech bermain melawan University of California pada tahun itu. Dalam pertandingan tersebut, seorang pemain mengambil bola yang terlepas, tetapi bingung dan berlari ke arah yang salah. Seorang rekan setim menangkapnya tepat sebelum ia mencetak touch down untuk tim lawan. Saat jeda pertandingan, di ruang ganti semua pemain, bertanya-tanya apa yang akan dikatakan sang pelatih. Pemuda itu duduk sendirian, menutupi kepalanya dengan handuk, dan menangis.

Ketika bersiap kembali ke lapangan untuk babak kedua, sang pelatih membuat semua pemain terkejut dengan mengumumkan bahwa semua pemain yang memulai babak pertama akan tetap turun di babak kedua, termasuk pemuda yang melakukan kesalahan fatal tadi. Pemain-pemain kembali ke lapangan kecuali pemuda itu yang tidak mau bergerak. Pelatih memanggilnya, namun dia berkata, “Coach, saya tidak bisa melakukannya. Saya telah mencoreng nama seluruh tim.” Sang Pelatih menaruh tangannya di bahu pemain itu dan berkata, “Bangkit dan masuk lapangan. Pertandingannya baru satu babak.”

Meskipun melakukan kesalahan, sang pelatih tetap memilihnya untuk bermain di babak kedua. Kehidupan kita juga belum berakhir. Tuhan mengampuni kita, bahkan ketika kita pernah berjalan ke arah yang salah.

Dipanggil untuk bersatu

Selain diampuni, kita juga dipanggil untuk bersatu. Pesan Paulus menekankan pentingnya bersatu dalam Kristus. Terkadang, kita harus melepaskan kebanggaan dan membiarkan orang lain membantu kita. Menjadi “ditakdirkan dalam kasih” berarti berbagi misi dan pelayanan gereja bersama-sama.

Gereja Efesus tidak bisa berdiri sendiri. Mereka membutuhkan pesan ini untuk melindungi mereka dari ketergantungan total pada diri sendiri. Dengan mengingatkan bahwa kasih karunia Tuhan diberikan secara gratis, mereka diingatkan bahwa keberhasilan mereka sebagai komunitas setia adalah hasil dari apa yang Tuhan lakukan, bukan dari usaha mereka sendiri.

Kita bukan klub sepakbola atau perusahaan . Sbuah jemaat gereja adalah komunitas yang berbagi bersama. Kita semua ditebus dan “ditakdirkan dalam kasih.” Meskipun berbeda, perekat yang menyatukan kita adalah kasih karunia. Kasih karunia itu gratis untuk kita. Kita mungkin merasa tidak layak, namun kita tetap dicintai. Bukan gereja karena kita berhasil atau karena kita warga yang terhormat. Kita disebut gereja karena kita menerima kasih karunia dan bebas untuk menyebarkannya.

Selamat tahun baru!

Saksikan di Youtube