Sikap Kita Terhadap Sesama

Peduli

George Bernard Shaw pernah mengatakan bahwa dosa terbesar terhadap kemanusiaan bukanlah dengan membenci mereka, tetapi dengan bersikap tidak peduli. Ketidakpedulian adalah esensi dari sikap tidak berperikemanusiaan. Pernyataan keras Shaw ini mungkin bisa mengundang perdebatan, atau dianggap terlalu ekstrem. Setidaknya pernyataan ini mengundang kita untuk melakukan sedikit refleksi tentang sikap kita terhadap sesama.

Bagaimanakah sikap kita terhadap sesama kita? Apakah kita peduli atau acuh tak acuh. Tidak ada orang yang suka disebut tidak peduli kepada sesamanya, karena itu saya lebih baik mengajukan pertanyaan ini kepada diri saya sendiri.

Bukan Perkara Mudah

Mempedulikan sesama sesungguhnya bukan perkara yang mudah dilakukan. Terhadap anak jalanan misalnya. Mudah untuk memberikan uang receh ketika bertemu dengan anak jalanan di saat berhenti di lampu merah. Namun berapa banyak yang mau memberi waktu untuk benar-benar mengenal dan menolong mereka?

Mudah untuk memberikan ratusan bungkus nasi kepada kaum papa di hari Natal. Namun berapa yang mau memberi waktu untuk mendampingi mereka sampai mereka keluar dari kemiskinan mereka?

Mudah untuk memberi persembahan dan perpuluhan di gereja. Namun berapa banyak yang mau memberi waktu, pikiran, dan tenaga untuk membuat Injil diberitakan kepada dunia?

Merenungkan hal ini saya menyadari, betapa seringnya saya merasa diri saya peduli, padahal sesungguhnya kepedulian saya hanyalah kosmetik untuk menutupi hati saya yang sangat egois. Malah terkadang kepedulian menjadi alat pencitraan, semacam topeng yang digunakan agar orang melihat saya sebagai seseorang yang baik dan penuh kasih sayang.

Memang peduli kepada sesama itu tidak mudah. Akan tetapi, syukur kepada Tuhan karena sebagai orang Kristen kita punya teladan yang sangat nyata. Kristus sang teladan kita itu, tidak hanya memberikan recehnya untuk menolong kita. Memang dia memberi makan ketika orang banyak kelaparan, menyembuhkan mereka yang sakit, bahkan membangkitkan yang mati. Akan tetapi, bukti nyata kepeduliannya adalah kerelaannya untuk mengalami apa yang kita alami, merasakan kesakitan kita, bahkan meregang nyawa, demi pengampunan kita. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya (Yoh 15:13).

Ah, saya mau belajar peduli. Tuhan tolonglah saya.

Dukung Program Pemberdayaan Anak Jalanan Yayasan Rumah Impian.

Leave a Reply

Your email address will not be published.