Renungan Akhir Tahun 2010
Oleh kasih karunia kita diselamatkan dan dibenarkan, bukan karena perbuatan baik atau hasil usaha kita tetapi karena iman kepada Allah dalam Kristus Yesus, sang bayi Natal itu. Karena Allah hadir di tengah-tengah kita, kita sekarang bukan lagi orang-orang berdosa yang patut dihukum mati, tetapi orang-orang benar yang layak dan berkenan di hadapan Allah. Hadiah terbesar yang diberikan Allah kepada manusia adalah kasih karunia, yang menyelesaikan masalah dosa dan hukuman. Di dalam kasih karunia, masalah kita bukan lagi seputar dosa dan hukuman, karena itu semua sudah diselesaikan oleh Kristus.
Menjelang akhir tahun 2010 ini, saya mau mengajak untuk bersama-sama merenungkan mengenai hadiah terbesar Allah ini. Sepanjang tahun 2010, mungkin banyak hal yang telah Anda lalui. Mungkin ada banyak pencapaian, tetapi ada banyak kekecewaan juga. Mungkin ada yang lelah, terhuyung-huyung, bersusah payah menjalani hidup di sepanjang 2010 ini. Hari ini saya mengajak Anda untuk merenungkan hadiah terbesar dari Allah ini, yang saya percaya akan menyegarkan dan menguatkan Anda kembali.
Mari kita buka Alkitab kita dari Roma 5:1-2. Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah.
Hidup dalam damai sejahtera
Setelah kita dibenarkan karena iman, Paulus menulis: “Kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus.” Ini bukan sebuah retorika. Ini adalah konsekuensi logis dari dibenarkan oleh iman. Seperti tadi saya sebutkan, kita yang sudah dibenarkan sudah dilepaskan dari masalah dosa dan hukuman. Dosa dan hukuman adalah masalah yang selalu mengganjal hubungan kita dengan Allah, karena itu ketika masalah ini diselesaikan, wajarlah bahwa kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah.
Tidak ada lagi penghakiman, tidak ada lagi kesalahpahaman, curiga, rasa was-was, minder, rendah diri, inferior, oleh alasan apapun. Dan bukan itu saja, dari pihak Allah pun tidak ada lagi halangan untuk mencurahkan kasih sayang dan perhatian-Nya kepada kita. Dia bisa dengan leluasa menyatakan rencana dan rancangan kebaikan-Nya untuk kita. Bukankah ini sungguh indah? Bagi saya ini bukan saja indah, tetapi surga! Haleluya!
Masalah-Masalah yang Masih Ada
Hanya saja, setelah kita menyambut kasih karunia ini, hadiah Allah yang terbesar ini, ternyata kita masih tetap punya masalah dalam hidup kita. Kita masih punya masalah keuangan, jatuh sakit, susah mendapat pekerjaan, masih kesulitan mengikuti kuliah, menyelesaikan skripsi. mengalami masalah di dalam keluarga, dengan orang tua, dengan suami/isteri/anak.
Selain masalah-masalah penghidupan seperti itu kita juga masih mengalami ketidakadilan dari penguasa, perlakuan curang dari orang lain, dan kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan. Mengalami semua masalah seperti itu betapapun kita berusaha untuk “bersyukur”, tetap saja hati kita bisa tertekan, kepala kita menjadi pusing, dan kita pun mengalami stress, sumuk, suntuk, dan seterusnya. Lalu, surga itu pun ternyata masih jauh dari kenyataan.
Bagi saya ini masalah yang serius dan sangat nyata. Apalagi jika kita juga melibatkan diri dalam pelayanan rohani. Dengan soal-soal penghidupan saja kita sudah banyak masalah, apalagi ditambah tanggung jawab-tanggung jawab di tempat pelayanan. Bukankah hati, pikiran, batin, dan fisik kita bisa terkuras habis karena semua itu? Lalu ke mana perginya damai sejahtera itu? Menguap habis seperti embun pagi terkena sinar matahari Jogja yang panas?
Ini masalah yang serius karena tidak ada seorang pun dari kita yang suka dengan keadaan ini. Kita semua mau hidup dalam damai sejahtera, yang bahagia dan tenteram itu. Firman sudah menyatakan bahwa di dalam Kristus itu menjadi milik kita, tetapi mengapa kita tidak bisa menikmatinya?
Ketekunan dan Tahan Uji
Coba perhatikan ayat 2-4 ini: Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.
Ada beberapa kata kunci yang harus kita perhatikan di sana. Itu adalah: kasih karunia, kesengsaraan, ketekunan, tahan uji, dan pengharapan. Setelah bicara tentang damai sejahtera, Paulus melanjutkan dengan pembicaraan mengenai kesengsaraan, ketekunan, dan tahan uji, yaitu hal-hal yang kontras dengan damai sejahtera. Dikatakan bahwa karena kasih karunia, damai sejahtera dengan Allah, kita sekarang bisa bermegah dalam kesengsaraan kita. Berarti, semua masalah yang saya sebut tadi harusnya tidak membuat kita menjadi tertekan, justru itu harusnya menjadi kemegahan atau kebanggaan kita. Bagaimana bisa begitu?
Masalah-masalah hidup tidak pergi setelah kita bertemu dan percaya kepada Kristus.
Bahkan terkadang ada masalah yang tidak bisa kita pahami juga mengapa itu terjadi kepada kita. Akan tetapi, itu bukan berarti ada masalah di antara kita dengan Allah. Itu bukan berarti Allah tidak lagi mengasihi kita dan tidak mau menyertai kita lagi. Meski kita tidak setia, Allah tidak pernah berubah kasih setia-Nya (2Timotius 2:13).
Rasul Paulus menulis bahwa justru masalah-masalah itu akan menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Apa artinya ini? Ini bedanya dengan ketika kita masih berada di bawah kuasa dosa dulu. Dulu, kita mengalami berbagai kesukaran, dan semua itu menghimpit kita sampai kita susah bernafas. Saat itu, kita tidak memiliki pengharapan karena yang berkuasa atas kita atas dosa, dan dosa mendatangkan hukuman kekal, yaitu kebinasaan. Akan tetapi, sekarang kita sudah dibebaskan dari dosa dan hukuman itu. Oleh karena itu, masalah-masalah hidup datang berseliweran dalam hidup kita, tidak boleh dipahami sebagai sesuatu yang menghukum kita.
Tidak Bisa Hidup Tanpa Hubungan Dengan Allah
Supaya lebih jelas, mari memandangnya seperti ini. Kita, manusia, tidak bisa hidup tanpa hubungan dengan Allah. Tanpa Allah kita akan dimakan habis oleh dunia yang jahat ini (Matius 10:16). Oleh karena itu, orang-orang yang sudah dibenarkan oleh darah Kristus harus tetap hidup dalam hubungan dengan Allah. Dalam konteks inilah masalah-masalah hidup itu kita hadapi. Masalah-masalah itu membuat kita menjadi sadar akan keterbatasan kita sebagai manusia, dan ketergantungan kita pada hubungan dengan Allah.
Karena itulah masalah-masalah itu justru akan mendatangkan ketekunan. Semakin kita tekun, kita pun akan semakin tahan uji. Maksudnya hubungan kita dengan Allah akan menjadi lebih kuat dan lebih kokoh. Ikatan percaya kita dengan Allah menjadi lebih kuat dan tidak mudah digoyahkan lagi. Ketika ini terjadi, pengharapan di dalam Allah itu menjadi semakin nyata bagi kita. Pengharapan adalah masa depan kita.
Pengharapan akan hidup kekal bersama Allah, itulah yang membuat kita bisa terus percaya. Ketika ikatan percaya dengan Allah itu semakin kokoh, pengharapan itu menjadi semakin terang, dan akibatnya kita semakin kuat berdiri di dunia yang penuh masalah ini. Akhirnya, damai sejahtera itu menjadi milik kita secara nyata.
Jadi sekarang, bagaimana kita menghadapi masalah-masalah yang terus muncul itu? Bagaimana kita bisa dikuatkan untuk bisa bermegah dalam kesengsaraan, dan bagaimana kita bisa memiliki tenaga untuk menjadi lebih tekun justru ketika kita menghadapi masalah yang menekan hidup kita?
Allah Mengasihi Kita
Tentang ini, Rasul Paulus menulis di ayat 5-6, dan 8. 5 Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. 6 Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah. 8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.
Allah yang mengasihi kita ketika kita masih berdosa, lebih mengasihi kita lagi sekarang. Ini juga bukan retorika tetapi konsekuensi yang logis dari pembenaran kita oleh Kristus. Jadi, Allah yang mengasihi kita itu, Dialah yang memberi kekuatan kepada kita, yang memberi tenaga kepada kita untuk menghadapi masalah yang menekan kita. Sungguhkah? Ya. Hanya itu seringkali terlupakan oleh kita, karena mata kita begitu terpaku pada masalah-masalah itu.
Dari tadi saya terus mengatakan bahwa yang harus kita ingat selalu adalah Kristus membenarkan kita supaya hubungan kita dengan Allah dipulihkan. Setelah pembenaran itu, tidak ada lagi yang menghalangi kita untuk datang kepada Allah. Dosa-dosa, kelemahan-kelemahan kita, semuanya juga tidak bisa lagi, karena di depan Kristus kita memperoleh pembenaran dan penyucian dari semua itu.
Ketika masalah menghadang, yang seringkali menjatuhkan semangat dan melemahkan kita adalah karena kita langsung merasa bahwa itu adalah suatu “hukuman” karena suatu “kesalahan” yang kita lakukan. Memang ada masalah yang terjadi karena alasan seperti itu, tetapi banyak juga masalah yang terjadi begitu saja. Selain itu perasaan bahwa Allah selalu “mau menghukum” kita, juga banyak kali menjadi gada yang keras menghajar dan menjatuhkan kita.
Allah Mau Menolong Kita
Hari ini saya mau katakan bahwa Allah kita tidak demikian. Allah kita bukan Allah yang selalu mengawasi gerak-gerik kita dan langsung mau menghukum setiap kali kita bersalah. Dia juga bukan Allah yang punya begitu banyak stok “ganjaran” dan “hukuman” yang siap dijatuhkan kepada setiap orang yang lemah dan bersalah. Menghukum kita adalah hal terakhir yang Allah mau lakukan terhadap kita.
Allah yang telah mengasihi kita ketika kita belum terpikir sekalipun untuk mengasihi Dia, bagaimana bisa Dia tega seperti itu. Setelah kita bertemu dan mengasihi Dia dengan segenap hati, yang selalu Dia mau lakukan adalah menolong kita. Yang ada dalam stok Allah bukanlah ganjaran dan hukuman, tetapi kekuatan baru, semangat baru, jalan keluar, penghiburan yang tidak putus-putusnya, dan semua hal yang baik.
Memang ketika terjadi masalah, kita bisa sedih, bingung, tertekan, dan tidak mengerti. Dan memang kenyataannya ada banyak masalah yang tidak bisa kita mengerti. Akan tetapi, yang harus kita ingat adalah bahwa kita sekarang hidup dalam hubungan dengan Allah. Dan Allah itu adalah Allah yang baik, yang mengasihi dan memelihara hidup kita.
Allah Kekuatan kita
Jadi sekarang kita bisa melihat bahwa bagaimana kita bisa memperoleh kekuatan di tengah kesukaran, penderitaan, bahkan kesengsaraan adalah dengan menyadari dan percaya kepada kasih Allah. Kekuatan itu bukan diperoleh dengan berusaha mencari jawaban mengapa, atau berusaha mengerti arti kesengsaraan itu saja. Terkadang jawaban itu sulit, bahkan tidak bisa, ditemukan juga. Percaya akan kasih-Nya, dan percaya akan pemeliharan Allah yang senantiasa baik itu, itulah kekuatan kita.
Satu hal lagi yang menguatkan saya ketika merenungkan tentang hubungan dengan Allah ini adalah pernyataan di ayat 5 tadi: Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.
Di dalam kasih karunia, kita diperintahkan untuk hidup di dalam kasih.
Di Alkitab ada banyak sekali ayat yang menegaskan hal ini: Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (Yohanes 13:34). Dan inilah perintah-Nya itu: supaya kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. (1 Yohanes 3:23)
Ketika di dalam kasih karunia, kita menyambut kebenaran ini, kita melakukan semua aktivitas pelayanan kita, semua tugas dan pekerjaan kita, bukan lagi dengan terpaksa sebagai suatu kewajiban atau perintah, tetapi karena kasih. Akan tetapi, satu hal penting harus kita sadari adalah, dengan kekuatan kita sendiri, sesungguhnya kita tidak akan bisa mengasihi sesuai perintah Yesus ini. Yesus memerintahkan untuk mengasihi seperti Aku mengasihi kamu.
Seperti apakah Yesus mengasihi kita? Dia memberikan nyawa-Nya bagi kita.
Seperti itulah kita harus mengasihi sesama kita. Ini bukan hal yang mudah, bahkan hampir mustahil dilakukan, jika dilakukan dengan kekuatan kita sendiri. Namun di Roma 5:5 dikatakan: “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Itu artinya, kita mengasihi bukan dengan kasih yang kita miliki tetapi dengan kasih yang kita terima dari Allah. Perhatikan ini: “Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita“, dan “Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” (1 Yohanes 4:10,19).
Dalam kasih Allah inilah, kita memperoleh kekuatan baru setiap hari, untuk mengasihi sesama, melakukan “pekerjaan baik” yang Allah persiapkan bagi kita. Kasih Allah, itulah hadiah terbesar Allah bagi kita.
Datanglah kepada Bapa
Sepanjang tahun 2010 yang segera berlalu ini Anda mungkin lelah, jenuh, dan kehilangan semangat. Kita memang tidak sempurna, banyak kelemahan, cela, dan kesalahan. Akan tetapi, kita dibenarkan oleh karena percaya kepada Kristus. Kita hidup dalam hubungan dengan Allah atas dasar percaya itu. Hubungan itu adalah sumber kekuatan kita. Oleh karena itu, kalau sekarang kita merasa membutuhkan kekuatan baru untuk menyambut tahun 2011, jangan mencarinya dari tempat lain.
Datanglah kepada Bapa! Panggilan ini bukan hanya bagi mereka yang terhilang, tetapi juga bagi kita yang mungkin sudah terlalu sibuk dengan tugas-tugas dan urusan-urusan yang begitu banyak. Ini juga adalah panggilan kepada kita yang mulai lelah, jenuh, dan kehilangan semangat. Datanglah kepada Bapa, Dia menerima kita, dan Dia mengasihi kita.
Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidup-Nya! (Roma 5:10). Amin.